Ini lanjutan dari Kampung Naga Bukan Kampungnya Naga 1. Selamat membaca ..
Disamping
gaya hidup dan pola kebersamaan mereka yang tak kalah unik dari Kampung Naga
adalah struktur bangunan tempat tinggal mereka. Keunikan tersebut tercermin
dari bentuk bangunan yang berbeda dari bangunan pada umumnya termasuk letak,
arah rumah hingga bahan-bahan yang membentuk rumah itu semuanya selaras dengan
alam dan begitu khas. Dengan ketinggian kontur tanah yang berbeda-beda di tiap
tempat, maka rumah-rumah di Kampung Naga di buat berundak-undak mengikuti
kontur tanah. Deretan rumah yang satu lebih tinggi dari rumah yang lain dengan
pembatas sangked-sangked batu yang disusun sedemikian rupa hingga membuat tanah
yang di atas meski ada bangunannya tidak mudah longsor ke bawah dan menimpa
rumah yang ada di bawahnya. Sekeliling kampung pun dipagari dengan tanaman
(pohon bambu) hingga membentuk pagar hidup yang begitu asri.
Dilihat dari
bentuk perkampungannya, penduduk Kampung Naga sangat erat kekerabatannya. Hal
itu tercermin dari pola rumah yang saling berkelompok dan saling
berhadap-hadapan dengan tanah lapang ditengah-tengah sebagai areal bermain
anak-anak. Seluruh rumah dan bangunan-bangunan yang ada atapnya memanjang arah
barat ke timur, pintu memasuki kampung terletak di sebelah timur, menghadap ke
sungai Ciwulan hingga jika dilihat dari ketinggian akan terlihat begitu indah
dan mengingatkan kita pada atap-atap rumah di Tiongkok jaman kungfu dulu. Di
bagian sebelah barat lapang terdapat bangunan masjid dan pancuran, sejajar
dengan masjid terdapat bangunan yang dianggap suci yang dinamakan Bumi Ageung,
sebuah bangunan rumah tempat menyimpan barang-barang pusaka serta rumah kuncen
(Kepala Adat). Selain itu, terdapat bangunan tempat menyimpan hasil pertanian
berupa padi yang disebut leuit.
Lebih jauh,
menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga kita akan mendapatkan
keselarasan antar dua pemimpin dengan tugasnya masing-masing yaitu pemerintahan
desa dan pemimpin adat atau yang oleh penduduk Kampung Naga disebut sebagai
Kuncen. Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan
keharmonisan warga Kampung Naga. Pola kepemimpinan seperti ini mengingatkan
saya pada pola kepemimpinan ulama dan umarah. Sang kuncen yang meski begitu
berkuasa dalam hal adat istiadat jika berhubungan dengan sistem pemerintahan
desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RK, pun sebaliknya, Pak RT dan Pak
RK pun mesti taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adat istiadat dan
kehidupan kerohanian.
Beralih ke
sistem kesenian Kampung Naga, kita akan bersitatap dengan berbagai kesenian
tradisional yang tetap dilestarikan keasliannya yang antara lain seperti
kesenian terbangan, angklung, dan beluk. Kesenian-kesenian ini biasanya akan
ditampilkan bilamana warga Kampung Naga sedang melaksanakan berbagai upacara-upacara
adat seperti upacara sasih, upacara berziarah ke kubur keramat nenek moyang dan
upacara yang berhubungan dengan bulan-bulan suci atau agung dalam Islam,
misalnya bulan Muharram, Maulud, hari Raya Idulfitri, dan sebagainya. Meski
begitu, kesenian ini pun kerap kali dipentaskan tidak hanya untuk mengiringi
upacara-upacara adat tapi juga pada saat hajatan perkawinan dan khitanan sebagi
sarana hiburan sekaligus penyemarak pesta.
Nah, jadi sekarang udah tau kan kalau Kampung Naga bukan Kampungnya Naga :-)
0 komentar :
Posting Komentar